Friday 21 August 2015

Demi Lingga

“Sudah makan sayang? Kamu terlihat lesu, tidak seperti biasanya. Aku tidak ingin kamu sakit Mau aku suapi? Atau mungkin kamu mau kuambilkan minum..” Ambar dengan suara yang masih serak mencoba merayu lelaki yang ada dihadapannya kini. Namun ia tak menghiraukan. Meski begitu Ambar tak menyerah. Segala cara dilakukan untuk menarik perhatian sang pujaan hati. Namun apa daya, Ambar seperti kekasih yang tak dianggap.

“Lingga… kamu masih marah sama aku ya? Aku minta maaf,harusnya kemarin aku nggak pergi ke Bandung untuk survey kinerja kantor disana.Ayo sayang kumohon, katakan padaku. Aku harus bagaimana biar kamu maafin aku”.Lingga tetap saja dalam diam dan tanpa menatap Ambar sama sekali. Entah sudah berapa puluh  kali putaran Ambar mengelilingi ruangan tempat mereka berada saat ini. Lingga duduk lemah di lantai dengan kepala bersandar pada dinding dibelakangnya. 

Dengan wajah kusut dan penuh peluh Ambar mencoba untuk terus mendekati Lingga,berharap Lingga berbicara meski hanya sepatah kata. Lelah yang amat sangat begitu terpancar dari sorot mata wanita berambut ikal sebahu ini. Tas masih menempel di pundaknya sedari tadi bahkan Ambar tidak menyadarinya karena pikirannya hanya tertuju pada Lingga. Ruangan ini begitu remang karena tidak satupun celah dapat ditembus oleh sinar matahari. Ambar tak sanggup menerka kemana pandangan mata Lingga tertuju. Yang ada Lingga hanya mematung.

Dalam keheningan, Ambar yang kelelahan berdiri akhirnya tertunduk. Ia menarik tangan Lingga dan menggenggamnya, mencium jemarinya dengan berderai air mata. Ia bukan tak tahu bahwa kekasihnya yang dibawanya kabur dari rumah sakit itu tak bernyawa.  Ambar hanya tak mau berpisah dengan raga Lingga. Ia belum siap menerima kenyataan bahwa Lingga telah pergi untuk selama-lamanya..

0 comments:

Post a Comment