Wednesday 15 April 2015

Aku (bukan) Kartini

Kakang, barangkali sudah ke sekian kalinya aku menulis surat untukmu. Meski tak pernah kau baca. Karena aku terlalu pengecut untuk menggoreskannya di atas kertas.  Surat yang untaian katanya hanya terukir dalam malam gelap dan tetesan air mata saat aku mengadu kepadaNya.

10 Tahun lebih kita hidup bersama, dengan penuh suka cita, penuh amarah darimu dan cinta dariku. Kau dengan segala kekuranganmu selalu tampak sempurna di hadapanku. Kau istimewa karena aku cinta.

Namun, perempuan mana yang tak ingin dihargai oleh orang paling penting dalam hidupnya? Adakah sedikit ruang di sudut bibirmu untuk berucap “sayang” kepadaku? Dari pagi hingga pagi lagi, tak hentinya ku mengabdi kepadamu sebagai seorang istri. Ku abaikan gelarku hanya demi mendidik buah hati kita. Namun kau diam saja. Seperti aku tak berarti apa-apa.

Mungkin aku tak sendiri, ada banyak istri di luar sana yang merasa kurang dihargai.
Aku memang bukan Kartini, aku hanya ingin dimengerti..

*Surat ini terinspirasi dari fenomena sekitar, untuk para
suami yang tidak pernah menatap kedua mata istrinya dengan penuh cinta