Kakang, barangkali
sudah ke sekian kalinya aku menulis surat untukmu. Meski tak pernah kau baca.
Karena aku terlalu pengecut untuk menggoreskannya di atas kertas. Surat yang untaian katanya hanya terukir
dalam malam gelap dan tetesan air mata saat aku mengadu kepadaNya.
10 Tahun lebih kita
hidup bersama, dengan penuh suka cita, penuh amarah darimu dan cinta dariku.
Kau dengan segala kekuranganmu selalu tampak sempurna di hadapanku. Kau
istimewa karena aku cinta.
Namun, perempuan mana
yang tak ingin dihargai oleh orang paling penting dalam hidupnya? Adakah
sedikit ruang di sudut bibirmu untuk berucap “sayang” kepadaku? Dari pagi
hingga pagi lagi, tak hentinya ku mengabdi kepadamu sebagai seorang istri. Ku
abaikan gelarku hanya demi mendidik buah hati kita. Namun kau diam saja.
Seperti aku tak berarti apa-apa.
Mungkin aku tak
sendiri, ada banyak istri di luar sana yang merasa kurang dihargai.
Aku memang bukan
Kartini, aku hanya ingin dimengerti..
*Surat ini terinspirasi dari fenomena sekitar,
untuk para
suami
yang tidak pernah menatap kedua mata istrinya dengan penuh cinta
0 comments:
Post a Comment