Nur Rizka Yeniarti, aku bertemu denganmu pertama
kali di tempat kos kita. Waktu itu kita
sama-sama diantar oleh ayah kita masing-masing. Itu adalah masa awal kita
menjabat sebagai mahasiswa di jurusan yang sama. Aku menganggap pertemuan yang
disebabkan oleh kelalaian ibu kos itu, bukan sebuah kebetulan biasa. Mengapa
aku sebut sebagai kelalaian? Iya, karena pada saat aku bertanya kepada ibu kos
, adakah kamar kosong untukku, beliau menjawab ada, dan maksud beliau mungkin
memberikan satu kamar berdua untuk kita, namun ternyata beliau lupa bahwa kau
sudah ada teman sekamar. Itu yang
membuat kita terpaksa berdesakan dalam satu kamar untuk sementara waktu.
Kebetulan ? tentu saja tidak,
mengingat sejauh ini banyak sekali hal yang kita lalui bersama. Kita sama-sama
belajar dari pengalaman masing-masing.
Banyak hal yang kupelajari darimu, mungkin begitu juga sebaliknya. Awalnya biasa saja, tapi seiring berjalannya
waktu, aku dapat mengenal lebih dalam tentang siapa dirimu, bagaimana sikapmu,
dan kau banyak bercerita tentang keluargamu, lingkunganmu, adikmu yang lucu,
dan seseorang yang mengisi hatimu (bagaimana kabar kalian? Semoga baik-baik
saja).
Walaupun aku tidak bisa 100% mengetahui apa isi hatimu, paling tidak aku bangga
bisa tertulis dalam salah satu daftar sahabatmu (semoga).
Ada beberapa hal yang ingin
kusampaikan, memang tidak begitu mendesak, tapi boleh kan aku tampak serius
sesekali dihadapanmu?
Entahlah aku tidak pandai
berkata-kata, aku tidak tau bagaimana ekspresimu ketika membaca tulisan ini,
apakah mungkin tertawa terbahak-bahak, terheran sambil mengernyitkan alis,
tersenyum simpul, atau bahkan melakukan hal yang tak terduga ,jingkrak-jingkrak sambil berteriak (sepertinya yang ini tidak
mungkin),
Mengenalmu, kuanggap sebagai
salah satu anugerah dari Tuhan. Ya, karena Dia sengaja mengirimku seseorang
yang mampu memahamiku, mengerti aku, menenangkan aku ketika aku bermasalah, mengeringkan
air mataku hanya dengan mengelus pundakku dan berkata “semua akan baik-baik
saja”, bersedia susah, dan mau merasakan kebahagiaan yang kurasakan.
Inipun tak cukup menggambarkan
betapa aku bersyukur memilikimu lebih dari seorang sahabat. Kau tak pernah
bosan mendengar celotehku tentang segala sesuatu yang tak penting, mulai dari
A-Z, yang mungkin orang lain belum tentu mau mendengarkannya. Berbagai permasalahan juga kita mampu
melaluinya bersama, meski itu sulit.
Aku bangga dengan cara kita
peduli satu sama lain tanpa harus bertatap muka. Sama-sama saling mengerti kapan
dan bagaimana kita harus muncul. Tak sedikit hal yang kadang kulakukan, dan
tanpa sengaja itu menyakitimu. Lalu aku menjelaskan maksudku, dan akhirnya kita
tertawa bersama karena menyadari bahwa itu hanya sebuah kesalahpahaman kecil
yang lumrah terjadi. Aku lega itu hanya salah paham karena kau tau, aku sangat
tidak bisa jika kamu marah atau meninggalkanku dalam diam. Kalau sudah begitu,
sepanjang hari aku memutar otak, kesalahan apa yang kuperbuat padamu sampai
membuatmu marah. Tapi syukurlah, semoga itu tidak pernah terjadi.
Aku ingin meminta maaf, setulus
hatiku, dan aku ingin kau memaafkanku setulus hatimu. Maaf untuk waktu kita
yang kadang terbuang karena kesibukanku. Maaf untuk saran yang belum bisa
kuberikan padamu saat kau membutuhkannya. Maaf untuk egoku yang kadang tak bisa
mengerti kondisimu dan memaksamu selalu bercerita kepadaku, maaf untuk otakku
yang kadang sok tau , menebak-nebak dan menerka-nerka tentang apa yang sedang
terjadi padamu, maaf untuk tutur kataku yang mungkin sangat tidak berkenan
dihatimu, maaf untuk senyumku yang kadang kupaksakan ketika kau suka terhadap sesuatu dan aku
tidak mau jujur tentang hal yang tidak baik itu karena aku tidak mau kamu
terluka. Selebihnya, aku minta maaf atas semuanya..
Dan terima kasih, untuk tiap
detik waktu berhargamu yang kau luangkan untukku, terima kasih untuk tiap
tetes air mata yang kau relakan untukku. Untuk nasehat yang kau berikan padaku
dalam setiap putus asaku. Kau tau, aku terkadang terlalu percaya diri saat
diminta memberikan penyelesaian orang lain mengenai masalah mereka. Namun untuk
masalahku sendiri, tak jarang aku selalu berlari padamu, dan kamu yang
berhasil; memecahkannya. Terima kasih untuk itu. Untuk pengorbananmu yang
begitu besar demi membantuku menghadapi masalah. Untuk kepecayaanmu bercerita
tentang segala sesuatu yang paling rahasia sekalipun, sungguh aku bangga. Untuk
segala fenomena yang kau kenalkan
padaku. untuk warna-warna kehidupan yang kau goreskan pada kertas buramku.
Untuk tokoh kartun yang kau julukkan padaku (sahabat Maruko). Untuk tiap inci
perjalanan kita, yang makin hari makin
terukir hingga mencapai puluhan, ratusan , bahkan ribuan kilometer. Terima
kasih untuk semuanya..yang tak bisa kupenakan satu-persatu.
Kita sama-sama tau, tidak ada
yang abadi di dunia ini, namun aku ingin kau tau,aku sungguh berharap persahabatan kita tak
lekang oleh waktu..
Suatu sore yang gerimis,
2011
2 comments:
Bagus...mengalir.
Terima kasih apresiasinya :)
Post a Comment