Wednesday 11 March 2015

Hujan Semalam

Aku tak bisa menghentikan motorku yang sudah terlanjur melaju dengan kecepatan tinggi. Apa lagi mengendalikan air mata di pipiku, seperti menghujani  sepanjang jalan . Aku masih memikirkan dia, lelaki yang baru saja kutemui, lelaki yang menjadi sahabatku selama ini, lelaki kecintaanku. Beruntung , beberapa pelatihan manajemen diri pernah kuikuti selama belajar di kampus, setidaknya dapat membantuku mengontrol emosi sehingga aku tidak sembarangan menghadang jalan kendaraan lain dan nekat menghancurkan diri sendiri dalam kecelakaan lalu lintas.

Beberapa menit  yang lalu aku masih ada disana, rumah makan yang kita singgahi dulu.  Setelah kita menghabiskan siang dengan tangisku dan diammu, dengan pelukku dan belaimu, dengan cintaku dan kasihmu, semua lebur menjadi satu.  Aku dengan segala sisa harapku terus saja menanyakan kapan rencana-rencana yang telah kita buat terlaksana. Sampai kau katakan bahwa waktu kita telah habis. Ini tentu menyesakkan. Jujur aku sama sekali tak ingin menangis dihadapanmu, tapi aku tak sanggup. Aku rapuh. Aku tak rela jika kita tak bersama, tapi memang sepertinya waktu ini bukan milik kita. Semenjak kau bisikkan ditelingaku, kata-kata itu serasa menghujam jantungku.  Walaupun aku tau ini semua salahku, aku membiarkanmu masuk dalam kisah cinta yang tak mungkin  terjadi. Aku membawamu terlalu  jauh.

Seperti kelimpungan,saat melintas di depan rumah makan “serakah” (begitu dulu kita menyebutnya)  ini, seketika aku ingin berhenti sejenak, menuntaskan rinduku padamu, karena kita pernah menghabiskan waktu bersama disana. Aku menghentikan motorku, aku masuk kedalam. Aku berjalan gontai sambil menatap kosong, meja yang sama, saat kita kemari waktu itu. Tidak ada siapapun yang menempatinya. aku duduk di kursi ini lagi, di meja ini lagi. Seorang pelayan menghampiriku.  Dan aku memesan makanan padahal aku sama sekali tidak lapar, dengan pikiranku yang  masih tertuju padamu..

Aku memesan makanan yang sama, dengan yang kau pesan waktu itu, cap cay goreng, dan segelas jeruk hangat. Jelas-jelas bahwa aku alergi terhadap udang yang ada di dalamnya. Tapi tetap saja, aku tak peduli. Seperti orang gila, aku membiarkan satu kursi kosong dihadapanku, berhayal bahwa kau ada dihadapanku saat ini. Dan mungkin semua orang yang ada di sekitarku benar-benar menganggapku sudah gila.  Aku menyantap makan malamku, dan  berbincang dengan bayangmu. Aku tak peduli meski puluhan pasang mata menganggapku aneh. Aku menikmati ini, aku merasakan kau selalu ada disampingku.

Lamunanku terhenti saat aku sadar ponselku bordering, dan aku tak percaya, nomormu yang tertera disana. Kau menghubungiku.  Segera kuangkat, dengan suaraku yang masih tersengal. Aku tak mampu menahan sesak yang tiba-tiba naik ke tenggorokan begitu mendengar suaramu. Dan seperti mimpi, beberapa waktu kemudian kau muncul.. kau benar-benar hadir di hadapanku. Rasanya tak mungkin karena tadi kita sudah saling  berpamitan. Aku pikir kau sudah sibuk dengan aktifitasmu. Dan aku sengaja datang kesini sendirian tanpa tujuan selain untuk mengenangmu, mengenang kebersamaan kita.

Jujur, aku bahagia. Kau masih ada disini, disisiku. Meski aku tau ini tak kan selamanya. Tapi kali ini sungguh aku tak ingin ini berakhir. Biarlah nanti waktu yang menentukan. Dan kita kembali termenung, berkutat pada pikiran masing-masing.  Aku menahan sesak didadaku. Dan menahan dingin yang merasuk keseluruh sendi-sendi tubuhku. Kau  tau aku tak bisa bertahan dalam kondisi seperti ini, tapi demi melihat wajahmu, aku rela.

Seperti tak direstui oleh waktu, kau menyuruhku untuk segera pulang, kau tau aku masih ingin ada disini, bersamamu. Tapi kau tak lagi mengijinkan aku untuk tetap menggenggam jemarimu malam ini. ingin marah rasanya. Seketika aku berdiri, dan aku beranjak dari kursi. Aku berjalan meninggalkanmu. Langkahku semakin cepat karena aku tak sanggup jika harus melihat wajahmu . . .

Kunyalakan motorku, dan aku melaju dengan kecepatan tinggi.. dan aku tak bisa mengendalikan air mataku , yang menghujani sepanjang jalan, dan aku masih tetap memikirkanmu..

BRAAAKKKKKK!!!!!!

***

"Sebuah kecelakaan baru saja terjadi di jalan Cakrawala. Sebuah sedan hitam hilang kendali saat melintasi jalanan yang licin akibat hujan hingga akhirnya oleng dan menabrak sebuah motor. Satu orang tewas dalam kejadian ini. Sang pemgemudi motor meninggal seketika di lokasi kejadian. Korban adalah seorang perempuan dengan ciri-ciri mengenakan celana jeans abu-abu, jaket hitam dan tas ransel putih tulang menempel di punggungnya. Ia tergeletak di tengah jalan raya setelah tubuhnya terlempar dari motor yang dikendarainya. Hingga kini belum diketahui secara pasti identitas korban. Demikian sekilas warta, saya melaporkan dari lokasi kejadian, kembali ke studio, rekan Agni"

Rio termangu di tempat duduknya, suara televisi yang ada di sudut ruangan warung "serakah" mau tak mau membuatnya mendengar berita yang baru saja ditayangkan. Begitu terkejutnya Rio saat melihat layar kaca.. 

Korban meninggal dalam kecelakaan itu adalah Laras..
Masih teringat jelas tas ransel warna putih tulang bergerak naik turun saat Laras berlari meninggalkannya sesaat sebelum kecelakaan itu. Dan kini Laras benar-benar meninggalkan Rio untuk selama-lamanya...




3 comments:

Nining said...

ceritanya langsung pre-klimaks (emang ada) hahaha ngasal...
skala 1-10 saya kasih nilah 7 yaelah kek penjurian apa ajaaa, saya mah apa atuh udah ngasih poin aja sekalinya komen pertama kali hehe

Salam kenal ya mbak

suci wulandari said...

alhamdulillah ada yg kasih nilai hehehe. ah gapapa mbak saya malah seneng. tulisan iseng saya ada yg baca :) muakasi ya mbak, salam kenal :)

suci wulandari said...

alhamdulillah ada yg kasih nilai hehehe. ah gapapa mbak saya malah seneng. tulisan iseng saya ada yg baca :) muakasi ya mbak, salam kenal :)

Post a Comment