Guntur berlari mengejar bus di
depan halte Jaya, sial. Ia tertinggal. Bagaimana tak tertinggal, sopir bus
berhenti di tengah ruas jalan, tidak menepi sehingga tak sedikit calon
penumpang pupus harapan untuk bisa segera beranjak dari halte.
Tugas yang entah berapa banyak
jumlahnya memaksa Guntur begadang setiap malam. Seminggu yang lalu ia masih
diselamatkan oleh vespa bututnya meski bangun kesiangan sebelum akhirnya mogok
dan hanya bisa parkir di depan kos-kosan sempit yang dihuninya bersama 3 orang
lainnya.
Pagi ini cukup terik. Entah
mengapa mentari bersinar lebih ganas dari biasanya. Seolah hari ini segala
sesuatu sedang tidak ingin bersahabat dengan Guntur. Jarak kos dengan kampusnya
tidak jauh memang, berjalan kaki pun bisa sampai dalam waktu 20 menit. Hanya saja
hari ini ia harus pergi ke studio milik temannya untuk mengambil contoh gambar
yang akan di presentasikan di depan dosen. “Matilah aku! Apa jadinya kalau Pak
Roni sampai kampus lebih dulu?”, katanya dalam hati.
***
“Ini sudah ke-empat kalinya kamu
bikin saya menunggu. Niat kuliah nggak
sih?”, Pak Roni tampak sangar dengan nada suara tingginya yang khas, berteriak
di depan Guntur.
Dari tampilan luarnya, Pak Roni
memang terlihat killer, namun
sebetulnya beliau adalah salah satu dosen favorit
dengan cara mengajar yang unik, yang sangat jeli melihat kemampuan
mahasiswanya. Wajar jika banyak mahasiswa hasil didikan beliau mampu meraih
prestasi gemilang.
“Maaf, Pak. Emm.. anu , Pak, ada kesalahan
teknis, motor saya rusak, terus, tadi mau naik bus dan ngga ada, eh.. ketinggalan Pak. Tapi semua tugas sudah saya selesaikan.
Tinggal ambil gambarnya saja, Pak..” sambil tergagap Guntur memelas.
“Kamu ini, mahasiswa komunikasi
kok bicaranya mbulet. Sudah, besok
siapkan gambarmu. Saya sedang ada project
dengan mahasiswa lainnya. Saya tahu kamu sebetulnya punya potensi. Kalau
kamu masih mau ikut kelas saya, buktikan!”
“Mmm maksudnya, bagaimana Pak?
Saya tidak mengerti.”
“Lihat perempatan jalan depan itu,
lihat sepanjang jalan yang kamu lewati setiap hari. Apa yang bisa kamu lihat di
situ? Ceritakan pada saya. Saya mau lihat apa yang akan kamu sampaikan. Besok! ”
Pak Roni berlalu begitu saja
meninggalkan Guntur yang masih penuh dengan tanda tanya. Sebetulnya apa maksud Pak
Roni. Ada apa di jalan? Kendaraan lah,
apalagi. Sambil terus menggerutu, Guntur berjalan tanpa arah. Ia sedang payah,
butuh sesuatu yang dingin untuk menyegarkan pikirannya. Sepertinya kantin
pilihan tepat.
Hari ini cuaca sangat panas,
sepanas otak Guntur yang dari pagi serasa direbus berjam-jam memikirkan perkataan
Pak Roni. Sesampainya di kos, Guntur merebahkan punggungnya di atas kasur
lantai dengan sprei warna biru bergambar bola. Sambil melihat ke atap ia
membayangkan apa yang akan ia ceritakan pada Pak Roni esok. Ia jadi penasaran, sebetulnya
project apa yang sedang dilakukan
oleh Pak Roni.
Tiba-tiba Guntur teringat
kejadian pagi tadi saat berusaha mengejar bus di halte. Ia ingat bagaimana
sopir bus itu sama sekali tidak berniat menepi, hanya memperlambat laju busnya
namun berhenti di tengah jalan. Kendaraan lain tentunya ikut terganggu. Ia jadi
kesal dengan sopir bus.
“Hm… apakah semua sopir seperti
itu?”, gumamnya. Lebih jauh, pertanyaan pertama yang ia pikirkan berujung pada
pertanyaan lain.
“Bagaimana dengan pengendara yang
lain, terutama pengguna sepeda motor yang dari dulu terkenal menjadi penyebab
utama kecelakaan? Bagaimana sebetulnya kesadaran seseorang saat menggunakan
jalan umum bersama?”
Segera Guntur beranjak dari tidurnya,
ia menuju pojok kamar dengan tembok bertuliskan free Wi-fi hasil karyanya sendiri. Sudut ini oleh Guntur dianggap
sebagai Wi-fi corner tempat ia biasa
mengerjakan tugas.
Ia membuka laptopnya dan mulai
menulis.
“Kepada, Pak Roni yang terhormat.
Saya tidak tahu cerita seperti apa yang Bapak maksud dan saya tidak pandai
berkata-kata. Saya hanya ingin menyampaikan apa yang saya lihat, semoga Bapak
berkenan. Kemarin saat saya terlambat menyerahkan tugas kepada Bapak, saya baru
saja berjuang mengejar bus yang sopirnya sangat tidak sopan. Banyak yang merasa
dirugikan karena saat ia tidak menepi namun berhenti, kemacetan terjadi.
Setelah Bapak bertanya kepada
saya apa yang dapat saya lihat di jalan, saya jadi berpikir bahwa seringkali
saya mengalami kejadian tidak mengenakkan di jalan, akibat dari kecerobohan
orang-orang yang tidak taat pada peraturan lalu lintas, terutama pengendara
sepeda motor. Tidak hanya kemarin, namun kemarin lusa, satu minggu yang lalu,
satu bulan yang lalu, rasanya setiap hari saya bertemu orang-orang aneh ini.
Ya, saya menyebut mereka orang aneh karena mereka sebetulnya mengerti tata
tertib berlalu lintas, tetapi entah kenapa malas melakukannya.
Pernah, saat lampu merah, saya
yang sedang mengendarai vespa berhenti di baris paling depan. Belum sampai satu
menit, terdengar suara klakson di belakang saya. Ia membunyikan klaksonnya
berkali-kali tanda ingin diberi jalan lewat. Saya menoleh ke belakang. Sebuah motor
matic hitam modifikasi. Pengendaranya
adalah pemuda berkacamata hitam, terlihat seperti anak-anak orang kaya, namun
miskin didikan. Ia tepat di belakang saya. Ia tidak mau menunggu, padahal ini
lampu merah, baru lampu merah, belum yang lain. Saya tidak yakin ia mau antre dalam hal apapun. Ia terus mengklakson
saya, dan karena saya merasa benar, jadi saya tidak bergeming. Sepertinya ia
kesal pada saya, saya biarkan saja. Yang penting saya taat peraturan. Sampai lampu hijau menyala baru saya melaju.
Kejadian lain pun saya alami
masih terkait dengan si lampu merah ini, Pak. Lagi-lagi saat saya berada di
barisan depan. Saat itu saya berada di depan pertigaan. Begitu lampu hijau
menyala, otomatis saya melaju perlahan. Nah tiba-tiba dari arah kiri saya
muncul sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Saya kaget dan masih berhasil
ngerem mendadak. Saat arah saya sudah hijau, semestinya lampu dari jalan kiri
saya merah dan seharusnya mereka berhenti. Apa susahnya orang-orang ini
berhenti saat lampu merah? Saya sampai berkata dalam hati, saking kesalnya saya
mbatin, kalian pas lampu merah males ngerem
ya, lain kali hati-hati mas, mbak, siapa tahu lain kali saya juga
males ngerem. Biar mereka tahu rasa. Tapi untungnya kok itu saya cuma mbatin Pak, coba kalau beneran, nanti
saya ngga jadi nyerahin tugas ke
Bapak dong. He he he.
Suatu ketika pernah juga saya alami, berpapasan dengan sepeda motor yang ditumpangi oleh 3 orang. 2 diantaranya anak-anak seusia Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 1 lagi seumuran anak Sekolah Menengah Atas (SMA). Seharusnya di sekolah mereka sudah diajarkan tentang tata tertib lalu lintas. Ini mereka ngebut, tanpa helm pula. Melihat usianya, tentunya mereka belum memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) karena masih berada di bawah umur. Ini yang jadi pertanyaan saya Pak, bagaimana bisa orang tua mereka membiarkan anak-anaknya berkendara liar di jalanan yang buas ini. Atau, mereka membawa kendaraan bermotor tanpa sepengetahuan orang tua? Setahu saya, anak-anak di bawah umur kebanyakan saat berkendara tidak memperhatikan keselamatan diri sendiri, apalagi orang lain. Mereka masih suka terbawa emosi, asal bisa melaju kencang sudah bangga. Tanpa sadar bahaya bisa mengancam nyawanya kapan saja.
Dan yang paling aneh lagi Bapak, saya pernah melihat seorang pria paruh baya mengendarai sepeda motornya dengan membawa sebuah gergaji mesin besar yang diletakkan melintang di bagian bawah depan sepeda motornya. Tepatnya diantara kakinya. Saya tidak habis pikir. Apakah ia sama sekali tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya bisa saja membahayakan nyawa orang lain? Ketika ia menyalip pengemudi motor lain dan kurang dalam memperkirakan jaraknya, atau mengerem mendadak misalnya, bisa saja bagian mata gergajinya yang tajam melukai orang lain.
Sebetulnya ada banyak sekali Pak, yang saya lihat sepanjang melintasi jalan saat pulang pergi ke kampus. Mulai dari pengemudi motor yang ugal-ugalan, belok tanpa lampu sign, memotong jalan, melawan arus, menyeberang tanpa melihat kanan-kiri, yang semuanya ini dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Saya hanya berharap setiap orang, pengendara sepeda motor dan pengguna jalan lainnya memiliki kesadaran terhadap betapa pentingnya menjaga keselamatan dalam berkendara. Mungkin saya tidak dapat berbuat banyak, Pak. Namun saya mencoba memulainya dari diri sendiri. Selama ini saya berusaha menaati peraturan lalu lintas, dan selalu mengutamakan keselamatan saat berkendara. Inilah yang dapat saya ceritakan kepada Bapak, tentang apa yang saya lihat di jalanan. Semoga Bapak berkenan.”
Guntur
menutup layar laptop setelah menyimpan tulisannya tersebut. Ia kembali
menjatuhkan badannya di atas kasur. Ia memang tidak mengerti apa yang akan di
lakukan Pak Roni terhadap hasil tulisannya. Namun setelah menuliskan cerita
berdasarkan permintaan dari Pak Roni, Guntur merasa mendapatkan satu pengajaran
baru. Pak Roni mengajarkan secara tidak langsung kepadanya tentang pentingnya
mengutamakan keselamatan dalam berkendara. Sesuatu yang sama sekali tidak
terpikirkan olehnya selama ini.
Guntur
semakin semangat ingin selalu mengingatkan teman-teman terdekatnya agar memperhatikan
tata tertib lalu lintas sehingga mereka pun aman dan nyaman dalam berkendara. Ia
sadar, mungkin inilah bentuk kampanye yang dapat dilakukan oleh Guntur. Ia
memulai perubahan itu dari tindakan kecil, dari diri sendiri. Mengajak setiap
orang di sekitarnya untuk terus mengutamakan keselamatan dalam berkendara. Semakin
banyak orang yang sadar untuk berkendara dengan aman dan tertib, maka angka
kecelakaan lalu lintas dapat ditekan dan jumlah korban meninggal akibat
kecelakaan dapat berkurang.
Guntur
menghela nafas panjang, mungkin ini yang dimaksud Pak Roni, sebagai mahasiswa
Komunikasi, kemampuan lain yang perlu dimiliki adalah ia harus dapat mengambil makna
yang ada dalam berbagai hal, peristiwa, untuk diambil hikmahnya kemudian
menyampaikan isi pesan yang didapat tersebut agar bermanfaat bagi orang lain. Ia
memejamkan matanya, menutup lelahnya dengan doa, semoga esok Pak Roni senang
membaca tulisannya.
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen "Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan" #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Honda Motor dan Nulisbuku.com
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen "Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan" #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Honda Motor dan Nulisbuku.com
0 comments:
Post a Comment